Sabtu, 05 Juli 2014

Pengertian Sunnah



       Pengertian Sunnah
                Secara bahasa
                السيرة والطريقة المعتادة حسنة كانت أو قبيحة
       “Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelek”

Sunnah menurut Ahli hadist:
         كُلُّ مَا أثِرَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ أوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ صِفَةٍ خَلْقِيَّة أَوْ خُلُقِيَّةأَوْ سِيْرَةٍ سَوَاء أَكَانَ ذَلِكَ قَبْلَ البِعْثَةِ أمْ بَعْدَهَا
“Segala yang didapat dari Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, persetuju-an, sifat khalqiyah (fisik), sifat khuluqiyah (perangai), siroh (jalan kehidupan), baik sesudah diangkat jadi Nabi atau pun sebelum diangkat jadi nabi.”
       Perbedaan pandangan antara Para ahli hadis dan para Ulama Ushul
       Para ulama hadist memandang bahwa diri Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah yang paling sempurna bukan sebagai sumber hukum.
       ahli Ushul membatasi pengertian Sunnah hanya pada sesuatu yang disandarkan dan bersumber dari Nabi SAW yang ada relevansinya dengan penetapan hokum syara`.
       Para Ahli Ushul mengacu pada beberapa ayat al-Qur`an surat al-Hasyr ayat 7
                وما اتكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله ان الله شديد العقاب  (الحشر: ر)



                أقواله وأفعاله وتقريرته التي تثبت الحكام
        Artinya: “Segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang berkaitan dengan penetapamn hukum”.
      Pengertian Khabar
         Secara etimologis khabar  berasal dari kata khabar yang berarti berita”.
         Menurut para ahli hadis:
         Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW”
         Ulama lain mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits.
         Ada juga ynag mengatakan bahwa Hadits lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits dapat dikatakan Khabar, tetapi  tidak setiap Khabar  dikatakan Hadits.
       Pengertian Atsar
        Secara etimogoli: atsar artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW.
        Secara terminologis:
                ماروي عن الصحابة ويحوزاطلاقه على كلام النبى ايضا
        Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat danboleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”
       Kedudukan hadist
        Hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.
        Landasan hadist sebagai sumber hukum Islam:
ü Surat Ali Imron ayat 132:
“Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati”
ü An-Nuur : 63: “Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa mereka akan ditimpa fitnah(cobaan yang berat), atau akan ditimpa azab yang pedih.”

ü Al-Ahzab : 36: “tidaklah patut bagi orang yang beriman laki-laki dan perempuan bila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara untuk memilih urusannya sendiri dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, sungguh-sungguh ia telah tersesat jauh”
       Fungsi Hadist
        Merinci dan menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur'an yang mujmal (global) seraya memberikan persyaratan (taqyid) terhadap ayat-ayat yang mutlaq.
        Berfungsi mengkhususkan (thalkhish) terhadap ayat-ayat yang bersifat umum ('am), menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh al-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji. Sabda Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam berikut:
                صلوا كما رأيتموني أصلي
       Artinya: Shalatlah kalian sebagaiman kalian melihat aku shalat.”
       hadits/sunnah berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
       hadits berfungsi menetapkan hokum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
        Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Qur’an. Yang ada dalam AL-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman Allah:

Artinya :
“dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar