•
Pengertian Sunnah
•
Secara bahasa
•
السيرة والطريقة
المعتادة حسنة كانت أو قبيحة
•
“Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelek”
Sunnah menurut Ahli hadist:
كُلُّ مَا أثِرَ
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ أوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ صِفَةٍ
خَلْقِيَّة أَوْ خُلُقِيَّةأَوْ سِيْرَةٍ سَوَاء أَكَانَ ذَلِكَ قَبْلَ البِعْثَةِ
أمْ بَعْدَهَا
“Segala yang didapat dari Nabi SAW, berupa perkataan,
perbuatan, persetuju-an, sifat khalqiyah (fisik), sifat khuluqiyah (perangai),
siroh (jalan kehidupan), baik sesudah diangkat jadi Nabi atau pun sebelum
diangkat jadi nabi.”
•
Perbedaan pandangan antara Para ahli hadis dan para Ulama Ushul
• Para ulama hadist memandang bahwa diri Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah yang paling
sempurna bukan sebagai sumber hukum.
• ahli Ushul membatasi pengertian Sunnah
hanya pada sesuatu yang disandarkan dan bersumber dari Nabi SAW yang ada
relevansinya dengan penetapan hokum syara`.
•
Para Ahli Ushul mengacu pada beberapa ayat al-Qur`an surat al-Hasyr ayat
7
•
وما اتكم الرسول
فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله ان الله شديد العقاب (الحشر: ر)
•
أقواله وأفعاله
وتقريرته التي تثبت الحكام
•
Artinya: “Segala perkataan,
perbuatan dan taqrir nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang berkaitan
dengan penetapamn hukum”.
•
Pengertian Khabar
•
Secara etimologis khabar
berasal dari kata khabar yang berarti “berita”.
•
Menurut para ahli hadis:
•
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari
yang selain Nabi SAW”
•
Ulama lain mengatakan Khabar adalah
sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW
disebut Hadits.
•
Ada juga ynag mengatakan bahwa
Hadits lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits dapat
dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dikatakan Hadits.
•
Pengertian Atsar
•
Secara etimogoli: atsar artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan
berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal
dari Nabi SAW.
•
Secara terminologis:
•
ماروي عن
الصحابة ويحوزاطلاقه على كلام النبى ايضا
•
Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat
danboleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”
•
Kedudukan hadist
•
Hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan
umat Islam wajib melaksanakan isinya.
•
Landasan hadist sebagai sumber hukum Islam:
ü
Surat Ali Imron ayat 132:
“Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati”
“Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati”
ü
An-Nuur : 63: “Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak
menuruti ketetapannya), bahwa mereka akan ditimpa fitnah(cobaan yang berat), atau
akan ditimpa azab yang pedih.”
ü Al-Ahzab : 36: “tidaklah patut bagi
orang yang beriman laki-laki dan perempuan bila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu perkara untuk memilih urusannya sendiri dan barang siapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, sungguh-sungguh ia telah tersesat jauh”
•
Fungsi Hadist
•
Merinci dan menginterpretasi
ayat-ayat Al-Qur'an yang mujmal (global) seraya memberikan persyaratan (taqyid)
terhadap ayat-ayat yang mutlaq.
•
Berfungsi mengkhususkan (thalkhish)
terhadap ayat-ayat yang bersifat umum ('am), menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang
digariskan oleh al-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi
ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian
tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji. Sabda Nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wa salam berikut:
•
صلوا كما
رأيتموني أصلي
• Artinya: “Shalatlah kalian sebagaiman
kalian melihat aku shalat.”
• hadits/sunnah berfungsi memperkuat
AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan
Tafshilnya.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
•
hadits berfungsi menetapkan hokum yang baru yang belum diatur secara
eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang
memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
•
Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Qur’an.
Yang ada dalam AL-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya
dengan saudara perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana
disebutkan dalam firman Allah:
Artinya :
“dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)
Artinya :
“dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar