Pembagian Hadits dari Segi
Kuantitas dan Kualitas Hadits
Kuantitas dan Kualitas Hadits
Pembagian Hadis dari Segi
Kuantitas Perawi
•
Hadis mutawatir
•
Hadis masyhur
•
Hadis ahad
Ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam
(mutakallimun):
•
Hadis mutawatir
•
Hadis ahad.
l Secara etimologis, hadits
Mutawatir: مُتَتَابِعٌ (beriringan
tanpa jarak).
l Secara terminologi: hadis
yang diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan,
mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. (jumlah mutawatir?)
l مـَا كَانَ عَنْ مَحْسُوْسٍ أَخْبَرَ بِهِ
جَمــَاعَةً بَلـَغُوْا فِى اْلكـَثْرَةِ مَبْلَغـًا تُحِيْلُ اْلعَادَةَ
تَوَاطُؤُهُمْ عَلـَى اْلكـَـذِبِ
Artinya:
Hadits yang berdasarkan pada panca indra (dilihar atau didengar) yang
diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil
menurut tradisi mereka sepakat berbohong
Syarat Hadis Mutawatir
•
Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah
besar perawi tanpa dusta
•
Seimbang antara perawi pada setiap thabaqat.
•
Berdasarkan tanggapan pancaindra.
Tiga Macam Hadis Mutawatir
Hadits mutawatir Lafzhi,
yaitu hadits yang diriwayatkan dengan lafaz dan makna yang sama, serta
kandungan hukum yang sama:
قـَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ
فـَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “Barang siapa
yang ini sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap
menduduki tempatnya di atas api neraka.
2. Hadits Mutawatir Ma’nawi, yang berasal dari berbagai hadits yang
diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda-beda, tetapi jika disimpulkan, mempunyai
makna yang sama tetapi lafaznya tidak.
3. Hadits Mutawatir ‘Amali, amalan ibadah yang dikerjakan oleh Nabi
Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para sahabat, kemudian diikuti lagi oleh
Tabi’in, diikuti generasi sampai sekarang.
Hadis Ahad
Kata
ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid yang berarti “satu”. Kata ahad
berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai sembilan. Menurut istilah
hadits ahad berarti hadits yang diriwayatkan oleh orang perorangan, atau dua
orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam
kategori hadits mutawatir. Hadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya
tidak sampai pada tingkatan mutawatir.
Hadis
masyhur
l Hadis Ahad
Ghairu masyhur.
l Masyhur berarti “tersebar
dan populer”. Menurut istilah:
مـَارَوَاهُ مِنَ الصَّحَابَهِ عَدَدٌ لا يَبْلُغُ حَدَّ تَـوَاتِر بَعْدَ الصَّحَابَهِ وَمِنْ بَعْدِهِمْ
“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.”
مـَارَوَاهُ مِنَ الصَّحَابَهِ عَدَدٌ لا يَبْلُغُ حَدَّ تَـوَاتِر بَعْدَ الصَّحَابَهِ وَمِنْ بَعْدِهِمْ
“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.”
l Ghairu masyhur kebalikan
masyhur terbagi kepada hadis Aziz (sedikit atau jarang)
dan hadis Gharib (menyendiri)
Pembagian Hadis dari Segi
Kualitas
1. Hadis shahih
2. Hadis hasan
3. Hadis dhaif.
4. Hadis Maudhu’
l Hadis Shahih ( الصحيح ), yaitu hadits yang telah dapat
dibuktikan secara sah kebenarannya berasal dari Nabi saw.
l Syaratnya:
l 1.
Sanadnya bersambung semenjak dari Nabi, Sahabat, hingga periwayat
terakhir.
l 2.
Periwayatnya orang yang memiliki sifat ‘adil dan dhabith.
l 3.
Hadits yang diriwayatkan tidak boleh cacat, misalnya, mengatasnamakan
hadits tersebut dari Nabi saw., padahal sebenarnya bukan dari Nabi saw.
l Hadits Hasan
l Hasan ( الحسن ), yaitu hadits yang telah dapat
dibuktikan berdasarkan sangkaan kuat terbebas dari kesalahan dalam riwayat. Hadits
hasan ini sebenarnya derajatnya hampir sama dengan hadits shahih,
namun ada kekurangan di dalam periwayatnya yaitu kedhabithannya.
l Maksudnya, orang-orang yang meriwayatkan suatu hadits
namun orang tersebut tidak dikenal mempunyai hafalan yang kuat atau cermat maka
status hadits tersebut menjadi hasan. Tetapi, hadits hasan dapat
naik derajat atau tingkatanya menjadi shahih karena hadits yang
lain yang isinya sama yang diriwayatkan melalui jalur lain yang kualitasnya
tidak lebih rendah.
l Hadits Dha’if
l
Dha’if ( الضعيف ), yaitu hadits
yang diduga palsu atau diduga terjadi kesalahan dalam riwayat. Jenis-jenis hadits
dha’if :
l Hadits dha’if yang disebabkan oleh keterputusan sanad.
l Hadits dha’if yang disebabkan
oleh cacat periwayatnya
l Hadits Maudhu’
l Hadits Maudhu’ adalah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, taqrir,
dan sifat beliau secara dusta.
l Cara agar kita mengetahui
bahwa suatu hadits berstatus maudhu’ adalah :
l Kepalsuan sanad:
la.
Periwayatnya dikenal pembohong (cek biografinya).
lb.
Pemalsu hadits mengaku sendiri, seperti pengakuan Abdul Karim ibn al-Awja’ yang
telah memalsukan tidak kurang 4000 hadits.
l c.
Terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa seorang periwayat adalah pembohong.
Misalnya, Ma’mun ibn Ahmad al-Halawi mengaku pernah memperoleh hadits
dari Hisyam ibn ‘Ammar. Kemudian ditanya oleh Ibn Hibban, “kapan engkau bertemu
dia di Siria?” Ia menjawab, “tahun dua ratus lima puluh.” Kemudian Ibn Hibban
mengatakan, “Hisyam yang kau sebut itu meninggal pada tahun dua ratus empat
puluh lima.”
l 2.
Kepalsuan matan :
Jika hadits
tersebut bertentangan dengan temuan rasional, tanpa ada kemungkinan takwil
Jika hadits tersebut bertentangan
dengan Al-Qur’an dan hadits mutawattir
l Contohnya : sebuah hadits
“Usia dunia itu tujuh ribu tahun lagi”
l
Bertentangan dengan ayat Al-Qur’an bahwa Hari Qiyamah
itu hanya Allah Swt. yang mengetahuinya.
l
al-A’raf : 187.
c. Jika hadis tersebut menggambarkan bahwa
para Sahabat sepakat untuk menyembunyikan ajaran Nabi.
d. Jika sebuah hadis bertentangan dengan
bukti-bukti sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar